About Me

header ads

Abraham dalam Al-Qur’an


Awal Mula
Abraham dalam Al-Qur’an disebut dengan nama Ibrahim, ia mempunyai ayah bernama Azar (QS. al-An’am [6]: 74). Nama lain yang disebut berbeda antara Alkitab dan Al-Quran adalah Loth, Alqur’an menyebutnya Luth. Dalam tulisan ini dengan demikian percaya bahwa perbedaan penyebutan nama tidak berarti berbeda orang tetapi tetap orang yang sama.[1]

Seperti halnya dalam Alkitab, Al-Quran mencatat hidup Ibrahim sebagai tokoh pengembara dengan tugas besar dari Sang Pencipta, raja semesta alam. Semenjak beliau mendapat petunjuk dan mengenal Sang Tuan Semesta alam hingga akhir hayatnya adalah kisah penuh inspirasi bagi manusia yang merasa beriman baik pengikut Musa, Yesus, Muhammad dan kiranya juga umat-umat berikutnya—jika ummat Muhammad bukan yang terakhir diujung usia bumi.



Adalah Ur-Kasdim tempat lahir dan tinggal Abraham, berada di Mesopotamia selatan. Sebuah daerah yang cukup sejahtera di mana penduduknya sukses bercocok tanam. Cukup masuk akal jika dikatakan bahwa mereka sangat mengagungkan kekuatan-kekuatan alam seperti matahari, bulan, bintang, pasang surut air, dan lain-lain. Semuanya itu mengarah pada kesuburan pertanian dan juga konsep tentang dewa.

Kondisi lingkungan tersebut rupanya memengaruhi Abraham kecil untuk selalu memikirkan alam, dan menjadi peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, mendorongnya untuk mencari tahu kekuatan penggerak alam itu hingga pada akhirnya menemukan Tuhan yang sesungguhnya.[2] Dan Ibrahim kemudian dipilih Tuhan untuk mendakwahkan ajaran monoteisme.[3]

Seperti umumnya nabi-nabi lain, Ibrahim juga berdakwah menyampaikan kebenaran ilahi dan mengajak orang untuk hidup bertauhid. Azar adalah yang pertama kali diajak untuk mengikuti millah Ibrahim, dan meninggalkan pengabdian kepada  berhala(QS. Maryam [19]: 41-48). Istri Ibrahim sarah dan Luth keponakannya menyatakan iman kepada Abraham.[4]

Selanjutnya ia mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat luas, kaum Ur. Sayang sekali, seperti halnya Azar, kaum Ur dan juga sang Raja, Namrud menyatakan menolak. Mereka berdalih bahwa apa yang mereka perbuat adalah melestarikan tradisi nenek moyang (QS. al-Syu’ara [26]: 70-82).


Tampaknya hal tersebut membuat Ibrahim kesal, dan kemudian pada saat kaumnya mengadakan pesta di luar kota, Abraham menghampiri berhala-berhala sesembahan mereka dan menghancurkannya dengan kapak yang kemudian dikalungkan pada berhala yang paling besar.[5]

Sepulang dari pesta, segera saja mereka mendapati berhala-berhala mereka hancur. Mereka pun mencurigai Abraham karena selama ini menentang peribadatan mereka dan tidak pernah mengikuti pesta.

Persidangan terbuka pun digelar untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terjadilah perdebatan legendaris antara Abraham dengan Raja Namrud.[6] Mereka  berdebat tentang kuasa Tuhan seperti menghidupkan orang mati, membalikkan peredaran matahari dan bulan. Sebagai seorang penguasa, Raja Namrud menunjukkan bahwa dia bisa menghidupkan dan mematikan seseorang. Sebagai contoh, dia menunjukkan dua orang kaumnya untuk dibunuh salah satunya dan dibiarkan salah satunya hidup. Abraham meminta Namrud untuk memindahkan matahari terbit di Barat dan terbenam di Timur. Dia pun diam seribu bahasa tanpa bisa berbuat apa-apa.[7] Melihat dirinya terpojok, Raja Namrud yang marah berusaha menghabisi Abraham dengan membakarnya. Namun pertolongan Allah SWT datang, Abraham pun selamat.[8]

Ibrahim Sang Teladan
Seperti halnya Alkitab, Al-Quran juga memosisikan Ibrahim sebagai sosok yang sangat penting. Bahkan terang sekali disebutkan bahwa Ibrahim lah sang tokoh teladan  tidak ada nama lain yang jelas disebut sebagai sosok teladan secara langsung.[9] Posisi teladan tersebut sekaligus memperkokoh posisi beliau sebagai Bapak orang beriman.

Beberapa hal yang kami catat di sini tentang kehidupan Abraham yang patut dicontoh antara lain; pertama, keteguhan iman meski dihadapkan dengan penguasa kuat dan lalim. Upaya Namrud menghabisi nyawanya tidak membuat semangatnya surut.

Kedua, kerelaan beliau untuk meninggalkan tanah kelahiran. Merantau ke suatu tempat yang belum jelas bagaimana nasibnya di sana. Menjejakkan kaki di tanah Kanaan, Mesir, dan padang pasir Arab.

Ketiga, pengorbanan untuk Sang Pencipta dengan meninggalkan Ismail terkasih tinggal di tempat yang jauh.

Keempat, kesuksesan beliau menyiapkan generasi penerus. Generasi yang menggenapi janji Bos semesta alam akan kisah keturunan dan kelestarian ajaran spiritual atau millah Ibrahim hingga ribuah tahun setelah beliau wafat.

Beliaupun menyandang gelar kesayangan Allah (QS. al-Nisa’ [4]: 125), disebut sebagai penentang penyembahan berhala dan peletak dasar tauhid (QS. al-An’am [6]: 74-83; Maryam [19]:41-51; al-Shaffat [37]:83-99; al-Anbiya [21]:51-71; al-Syu’ara’ [26]: 69-104).

Beliau juga ditampilkan sebagai orang yang menang atas segala percobaan dan yang dipilih Allah untuk memimpin umat manusia; teladan iman yang sempurna dan bersama putranya Ismail mendirikan Ka’bah (QS. al-Baqarah [2]: 124-129).


Nabi Muhammad Mengaku Mengikuti Ibrahim
Meski ada pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah pembawa agama Islam, catatan-catatan Al-Qur’an juga menyebut dengan jelas bahwa Nabi kelahiran Arab tersebut adalah pengikut Millah Abraham. Karenanya penulis sepakat jika teologi Islam sepenuhnya dapat disebut teologi Abraham. Catatan tersebut antara lain:

1.      Surat Al-An’am [6]: 161
قُلْ اِنَّنِيْ هَدٰىنِيْ رَبِّيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ەۚ دِيْنًا قِيَمًا مِّلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۚ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.”

2.      Surat Al-Baqarah [2]: 135
وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا اَوْ نَصٰرٰى تَهْتَدُوْا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ اِبْرٰهٖمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Dan mereka berkata, “Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Katakanlah, “(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan dia tidak termasuk golongan orang yang mempersekutukan Tuhan.”

3.      Surat Ali Imran [3]: 68 dan 95
اِنَّ اَوْلَى النَّاسِ بِاِبْرٰهِيْمَ لَلَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُ وَهٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۗ وَاللّٰهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ
Orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang yang mengikutinya, dan Nabi ini (Muhammad), dan orang yang beriman. Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman.
قُلْ صَدَقَ اللّٰهُ ۗ فَاتَّبِعُوْا مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Benarlah (segala yang difirmankan) Allah.” Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang musyrik.

2.      Surat An-Nisa’ [4]: 125
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلً
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).


Perjanjian dan Perintah
Adapun tentang perjanjian dan perintah, Al-Qur’an juga memuat beberapa perjanjian penting beliau dengan Allah, yakni: (1) Perjanjian Allah SWT untuk menjadikan Abraham sebagai pemimpin dari seluruh bangsa; (2) Perintah Allah SWT kepada Abraham untuk mengajak hidup bertauhid; (3) Perintah Allah SWT kepada Abraham dan Ismail untuk mendirikan Baitullah; (4) Perintah untuk berhaji; dan (5) Allah akan mengabulkan doa Abraham untuk kemakmuran negeri Makkah.[10]



[1] Penulis sepakat dengan salah satu pilihan yang ditawarkan Dirk bahwa perbedaan penyebutan tidak berarti berbeda orangnya. Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, Terj. Satrio Wahono, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), 29-30.
[2]  QS. 6:75-79; Dirk, Ibrahim..., 41-47.
[3] Ibid., 48-51. FE. Peters, Judaism, Christianity, and Islam; the Classical Texts and Their Interpretations, Vol. 2: the World and the Law and the People of God, (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1990), 31-33.
[4] Dirk, Ibrahim..., 62.

[5] Kebiasaan masyarakat pada masa Ibrahim hidup adalah mengadakan pesta adat panen raya di luar kota di mana sebelumnya mereka telah mempersiapkan sesajen untuk berhala-berhala untuk mereka makan setelah pesta selesai. Ibrahim tidak pernah mau mengikuti acara pesta tersebut seumur hidupnya dan selalu memberi alasan tertentu ketika diajak untuk ikut pesta. Muhammad Ahmad Jid al-Mawla, Qisas al-Qur’an, (Beirut: Maktabah al-Turats al-Islami, 1984), 41; Dirk, Ibrahim..., 54-56. QS. al-Ahzab [32]: 58 dan al-Saffat [37]: 83-99.
[6] Namrud adalah putra Kanaan putra Kush. Al-Mawla, Qisas..., 47.
[7] QS. Al-Baqarah [2]: 258.
[8] QS. al-Anbiya’ [21]: 68-70.
[9] Q.S. Al-Mumtahanah:4 Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali"
[10] QS. al-Baqarah [2]: 124-129 dan al-Hajj [22]: 26-32.

Posting Komentar

0 Komentar