About Me

header ads

Din Bukan Sekedar Agama (Bagian 1)


Mencari padanan kata yang tepat terkadang sulit ditemukan dari satu bahasa ke bahasa lain. Sebuah kata mengkomunikasikan, mewakili maksud dari yang berkata kepada pendengarnya. Tercakup di dalamnya latar belakang sosial, kultural, dan sebagainya. Maka ketika dipadankan dengan suatu bahasa dari komunitas lain dengan sosial dan kulturan yang berbeda terjadi kesulitan atau bahkan tidak ditemukan padanan kata yang tepat.
Nama buah di daerah tropis bisa tidak ditemukan padanan katanya di daerah kutub karena di kutub tidak ada buah yang dimaksud. Demikian pula dengan istilah-istilah lain. Karena itu para penerjemah pada akhirnya tidak memberikan padanan kata di bahasa ibu yang ia gunakan melainkan menulisnya miring dan memberi catatan footnoot untuk menjelaskan apa yang dimaksud.
Kiranya uraian di atas dapat memberi gambaran bahwa ada banyak kata dari banyak bahasa yang tidak ada padanan yang tepat betul dengan bahasa lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah kata “din”. Kata berasal dari bahasa Arab ini biasa diterjemah “agama” ke dalam bahasa Indonesia mungkin belum 100 tahun, namun diam-diam sebagian dari kita terutama yang tidak pernah belajar bahasa Arab secara mendalam meyakini bahwa kata “agama” sudah pas sebagai padanan kata “din”.
Tulisan ini saya anggap perlu mengingat kata tersebut menempati posisi penting di dalam studi Iman Ibrahim dan berusaha mengkaji bahwa din bukanlah sekedar bermakna agama pada umumnya. Mari kita lihat apakah kata agama bisa disepadankan dengan kata “din” tanpa tanda kutip di dalam benak kita.
Din bukan sekedar Agama?

Beberapa Pengertian Agama
Berikut kami kutipkan beberapa pendapat ahli tentang pengertian Agama.
Menurut KBBI agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan/kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia lainnya.
Anthony F.C. Wallace mengatakan, agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi lewat mitos dan menggerakkan kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan semesta.
Parsons & Bellah mendefinisikan agama adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari budaya manusia.
Émile Durkheim berpendapat bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
Linguis Bahrun Rangkuti mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.
Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.
Sutan Takdir Alisyahbana: agama adalah suatu system kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.

Ciri Agama
Adapun ciri-ciri agama antara lain : 1) Adanya kepercayaan terhadap yang ghaib, kudus dan Maha Agung dan pencipta alam semesta (Tuhan); 2) Melakukan hubungan dengan berbagai cara seperti dengan mengadakan upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan do'a; 3) Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya; 4) Adanya pembawa/pendiri agama; 5) Agama tidak hanya untuk agama, melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya.


Beberapa Indikasi
Berikut kami muat tiga indikasi penting terkait pemaknaan din dalam sejarah dan juga Al-Quran.
a.      Madinah
Kota Madinah di negara Arab sana dahulu bernama Yasrib. Perubahan namanya terkait dengan perjalanan misi kenabian Muhammad SAW bin Abdullah di mana setelah hijrah beliau memberi nama kota itu menjadi Madinah.
Syafii Antonio menjelaskan, “madinah” secara umum atau harfiah berarti kota. Pengertian ini tidak jauh berbeda dari asal makna kebahasaan atau etimologisnya yang dapat ditelusuri kepada tiga suku akar katanya yaitu “d-y-n” {dal-ya-nun) dengan makna dasar “patuh”, sebagaimana dinyatakan dalam tashrif “dana-yadinu “. Dari kata ini pula kata “din” yang berarti agama berasal. Suatu kata yang yang mengacu kepada ide tentang kepatuhan atau sikap patuh. Sebab sistem atau rangkaian ajaran yang disebut “agama” itu memang berintikan tuntutan untuk tunduk dan patuh kepada sesuatu yang dipandang mutlak dan diyakini sebagai asal dan tujuan hidup.
Paska hijrah, komunitas yang dipimpin Nabi sudah terbebas dari kuasa pemerintah Makkah termasuk bebas di dalamnya untuk menjalankan ibadah dan melaksanakan semua perintah allah dan rasulnya. Dapat dimengerti jika Madinah juga berarti tempat di mana din Allah bisa diwujudkan secara nyata.

b.      Dinul Malik
Al-Quran surat Yusuf [12:76]
فَبَدَأَ بِأَوْعِيَتِهِمْ قَبْلَ وِعَاءِ أَخِيهِ ثُمَّ اسْتَخْرَجَهَا مِنْ وِعَاءِ أَخِيهِ ۚ كَذَٰلِكَ كِدْنَا لِيُوسُفَ ۖ مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ ۗ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
“Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.”
Din diartikan dengan undang-undang tentu jelas dimengerti sebab agama—Islam misalnya-- tidak bisa digunakan untuk mengadili selain sedikit urusan, misalnya pernikahan di KUA. Sedangkan bagaimana pengadilan kita di Indonesia misalnya, jelas undang-undang warisan Belanda meski tidak 100%. Hukum agama apapun di Indonesia bukanlah hukum positif meski mempunyai banyak “pasal” yang mungkin untuk dipakai untuk mengadili para terdakwa.

c.       Din Para Nabi
Terdapat pula ayat yang menyebutkan bahwa Allah mensyariatkan din yang sama kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Yakni Q.S. Asy Syuura [42:13]:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama (din) apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama (din) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”
Tentu menjadi persoalan ketika ada anggapan umum bahwa pembawa agama Kristen adalah Nabi Isa, Pembawa agama Yahudi adalah Musa, dan Muhammad membawa agama Islam. Ada tiga nabi dengan Allah yang sama tetapi agamanya berbeda dan bahkan bertentangan…. Pemaknaan din sebagai agama dalam hal ini tentu sulit diterima. Banyak sekali perbedaan di antara ketiganya mulai dari hal ritual atau tata cara peribadatan, keorganisasian, rumah/tempat ibadah, hari-hari keagamaanya, bahkan teologinya berbeda.

Lalu bagaimana kita memaknai din secara lebih luas dari pada sekedar agama? Tulisan ini akan disambung pada bagian 2.







Posting Komentar

0 Komentar