YESUS HIJRAH
Dua periode
besar perjuangan hidup orang beriman dibatasi dengan dua hijrah. Yang pertama
adalah berpindah keyakinan setelah sebelumnya mengalami aufklarung spiritual.
Memahami dan menyadari betul bahwa pemahaman yang diyakini selama ini salah.
Itu saja sudah cukup radikal di mata orang kebanyakan. Menjadi gharib dialami semua Rasul dan para
pengikut di periode ini.
Abraham dianggap
menyimpang dari keyakinan tetua yang memberhalakan karya mereka sendiri. Musa
mengajarkan prinsip kemerdekaan dan mempengaruhi Bani Israel untuk tidak
mendua: menghamba kepada Firaun di kenyataan hidup dan kepada Yahweh ditempat
ibadah. Muhammad tiba-tiba tidak lagi sembahyang di Ka’bah, tidak puasa dan
haji selama lebih dari 13 tahun setelah justru mendapatkan pencerahan.
Kegemparan
terjadi. Pergesekan di masyarakat tak terhindarkan ketika orang-orang beriman
mulai menawarkan nyala lilin dan mengusir pola pikir musrik yang menduakan
Allah. Menyadarkan khalayak bahwa mereka selama ini telah berpura-pura taat,
serta merasa cukup bekal untuk masuk sorga.
Hanya mengabdi
kepada satu Tuan, Allah saja. Mentaati seluruh aturan hukumnya sebagai wujud
pengakuan nyata bahwa Dia Yang Maha Pengatur, bukan taat raja, kaisar, atau
tuan-tuan kecil yang membuat aturan untuk kepentingan diri
dan kroninya saja. Tapi itu tidak mungkin.
Herodes sang
kaisar merasa terancam dengan kehadiran Yesus sebagai Mesias atau juru selamat
yang dinantikan bangsa Yahudi untuk mendirikan lagi Kerajaan Allah yang runtuh
di masa Zedekia.
“Satu iotapun
hukum Taurat tidak akan tidak kecuali akan ditegakkan,” menjadi sabda yang
mengancam. Kaisar pantas marah. Diujilah Yesus dengan keberadaan pezina.
Menyadari kondisi hijrah awal, Yesus diplomatis menjawab,
"hanya
orang suci yang bisa menghakimi." Begitu pula
ketika ditanya soal pajak, sabdanya: “berikanlah kepada kaisar haknya dan juga
kepada Allah.” Mempraktekkan hukum Taurat di saat Yesus belum menjadi raja
adalah mustahil.
Anak buah
Herodes di Yerusalem, Pilatus, menyadari bahwa Yesus adalah orang baik, dan
dengan diplomasinya, bersih di mata hukum. Semua orang tahu, di zaman kegelapan
para ahli agama ikut menikmati hidangan kaisar, meninabobokan rakyat dengan
dalil-dalil penghiburan sesaat; seperti candu, kata Karl Marx. “Tapi dia akan
menjadi raja Yahudi!” para pemimpin agama memprovokasi. Bahkan ketika Yesus
berdiplomasi bawa dia bukan siapa-siapa, demi menenangkan suasana, para tokoh
yang merasa terancam tetap menginginkan supaya Yesus disingkirkan!
Kebencian kepada
Yesus harus bisa diturunkan tensinya. Pilatus akhirnya mengadakan persidangan
“rekayasa”. Sebagai politisi dia tidak mungkin mengabaikan desakan para tokoh
agama yang selama ini membantunya di ranah keagamaan. Tapi
keyakinannya bahwa Yesus orang baik, ditambah lagi mimpi istri Pilatus yang membela Yesus. Diputuskanlah
bahwa penyaliban dilangsungkan pada waktu yang menguntungkan Yesus.
Kesakitan yang
luar biasa dirasakan Yesus dan juga dua terpidana lain. Kaki di paku, dan juga
kedua tangan. Tiga jam berlalu.
“Dengan segala
kerendahan hati, saya mohon kepada tuan, agar diijinkan membawa jenazah Yesus,”
kata Yusuf Arimatea.
“Loh, apa mungkin Yesus mati,” Pilatus
yang berpengalaman tidak yakin jika hukuman tiga jam berbuah kematian. Apalagi
tanpa dipatahkan kakinya. Dia memang berharap Yesus tetap hidup karena Yesus
hanya mengalami pemakuan di tiang kayu namun tidak mengalami pematahan tulang
dan sumsum. Rekayasa hukuman yang cerdik, nyaris sebuah penyaliban.
***
Salib
arti dasarnya adalah tulang atau sumsum. Hukuman ini adalah prosesi hukuman
mati yang perlahan-lahan, dan biasanya memakan waktu sampai dengan tiga hari
hingga mati. Dipaku ke dua tangannya di kayu salib saja harusnya cepat mati
karena berat tubuh membuat kesulitan bernafas karena terhimpit paru-paru. Maka,
untuk memperlama proses kematian, pada telapak kaki diberikan sandaran papan di
kakinya dipakukan kepada papan tersebut agar kaki terhukum dapat menopang berat
tubuh.
Akhir dari proses
penyaliban adalah dipatahkannya tulang-tulang kaki yang mengeluarkan sumsum dan
mempercepat kematian. Inilah salib, pematahan tulang dan sumsum di pancang kayu
dan berakhir kematian. Dengan demikian seorang yang dihukum dengan hanya
mengalami pemakuan di tiang kayu tanpa mengalami pematahan tulang dan sumsum
dan mati, tidak bisa dikatakan telah dihukum salib, tetapi disebut menyerupai
penyaliban.
Kiranya Pilatus
secara tersembunyi menolong Yesus dengan menetapkan hari dan
waktu hukuman
salib pada Jum'at siang (jam 12 siang) dan pada jam 3
sore (jam 15) diturunkan dari Tiang Salib dengan kondisi tampak “Mati” (Mat.
27 : 46). Tidak disebutkan bahwa prajurit memeriksa denyut nadi atau nafas
Yesus.
Terpidana lain masih
nampak segar atau hidup. Dihabisilah nyawa mereka sebagai pamungkas prosesi
hukuman salib, yakni dengan mematahkan tulang-tulang kaki yang menyangga tubuh.
Kaki Yesus tidak, "la melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang
patah" (Maz. 34 : 21).
Diturunkannya para terpidana
dari kayu salib padahal baru 3 jam karena aturan setempat bahwa malam Sabat
tidak boleh ada orang di tiang salib, "Maka
janganlah mayatnya dibiarkan semalam- malaman pada tiang itu, tetapi haruslah
engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung
terkutuk oleh Allah, janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan Tuhan
Allahmu kepadamu menjadi milik pusakamu" (Ulangan 21:23).
Pada hari Sabat,
--sore hari jam 18 setelah penyaliban sudah bukan hari Jumat-- tidak boleh ada
orang di tiang salib. Tidak menunggu masuk waktu Sabat, prajurit
Pilatus menurunkan Yesus dan dua pencuri terpidana
dari tiang salib. Mereka bermaksud membunuh dengan memotong kaki jika belum
mati. Beruntung, Yesus dalam kondisi koma, tidak sadarkan diri dan para
prajurit mengira mati. Bahkan ketika seorang prajurit menusukkan tombaknya ke
lambungnya, Yesus tidak bangun. Lalu Yusuf membawa badan lemas itu ke sebuah
makam: ruangan seperti goa dan berpintu. Dibaringkanlah badan Yesus di sana.
Yesus menjadi koma selain
karena menahan rasa sakit juga efek ramuan yang diminum sebelum peristiwa itu.
Itulah sebab beliau begitu kehausan "Yesus
mengatakan: "Saya haus" (Yoh. 19:28).
Sudah jadi kebiasaan Yahudi, seperti yang tertulis:
"Dia yang dieksekusi diberi sedikit kemenyan dicampur anggur dalam piala
sehingga dia kehilangan kesadaran" (Sahn 43- Kitab Talmud). "Di situ ada suatu benda penuh vinegar asam (tertulis
vinegar, bukan wine). Maka mereka mencucukan bunga karang yang telah dicelupkan
dalam anggur asam pada sebatang hyssop (tanaman semak yang harum untuk obat)
lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam
berkatalah ia :"sudah selesai", lalu ia menundukan kepalanya dan
menyerahkan nyawanya" (Yoh. 19: 29-30). Dengan dosis tertentu, siapapun
bisa kehilangan kesadaran, seperti mati.
Yesus tersadar
ketika tubuhnya dibalut kain kafan turin, luka-lukanya telah dibaluri salep
myrr dan gaharu untuk dibalurkan ke tubuh Yesus yang terluka (Yoh.
19:39). Berkati-kati salep di bawa ke ruang makam. Belakangan,
Profesor Kurt
Berna menyimpulkan bahwa bahwa orang yang dibaringkan di dalam
kain kafan turin tersebut tidak mati.
Minggu pagi Maria pergi ke makam
tersebut. Sampai di sana melihat batu
penutup ruang makam Yesus sudah bergeser ke samping, dan di dalam tidak ada
mayat siapapun, hanya seorang pria berpakaian putih-putih di ruangan makam itu ( Mark. 16:1-8, Yoh. 20 : 1-2).
Obat mujarab dan terkenal di
jaman itu, berfungsi. Meski belum sembuh betul, Yesus dapat bangkit dan pergi
keluar.
“Damai sejahtera
bagi kalian!” kata Yesus.
Murid-murid
terkejut bukan main ketika melihat sosok Yesus berdiri di hadapan mereka.
Menyangka hantu.
“Kenapa kalian
terkejut dan ragu? Lihatlah tangan dan kakiku. Ini aku. Raba dan lihatlah,
karena hantu tidak berdaging dan bertulang seperti ini.”
Murid-murid
masih belum percaya dengan sosok di depan mereka.
“Apa ada makanan
di sini?” Tanya Yesus. Merekapun memberikan sepotong ikan goreng. Yesus
mengambil dan memakannya.
“Sudah kukatakan
dulu, bahwa aku harus menggenapi kitab Taurat dan kitab nabi-nabi, dan kitab
Mazmur" ( Luk.
24:36-44).
Sebelum peristiwa di
atas, Yesus juga menginap di rumah warga ( Luk.24:29).
Cerita yang
menyejarah itu masuk di akal. Akan menjadi lain andai tercatat: “Tolong
lepaskan! Aku Yudas. Kalian salah tangkap. Aku Yudas Iskariot!!!”
0 Komentar